Selasa, 01 September 2009

W.S. RENDRA


Posted by : Haniyah, Jakarta, 9 Agustus 2009.

Rendra dan Karya-karyanya


Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Solo (Surakarta), Jawa Tengah. Ayahnya, R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo, adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada SMA Katolik Solo. Pak Broto juga seorang dramawan tradisonal. Ibunya, Raden Ayu Catharina Ismadillah, adalah seorang penari serimpi di keratin Surakarta.

Mula-mula ia beragama Katolik dengan nama lengkapnya Willibrordus Surendra Broto seperti juga kedua orang tuanya yang beragama Katolik. Akan tetapi, ketika ia menikah dengan istrinya yang kedua, Sitoresmi Prabuningrat, 12 Agustus 1970 dia pindah ke agama Islam dan namanya hanya Rendra. Istrinya yang pertama ialah Sunarti Suwardi. Ia banyak memberikan inspirasi dalam puisi Rendra. Sunarti dan Sitoresmi, keduanya pemain drama dalam grup teater Rendra. Istri Rendra yang terakhir, Ken Zuraida, juga pemain drama.

Rendra memulai pendidikannya dari Taman Kanak-kanak (1942) sampai dengan SMA (1952) di sekolah Katolik, di Solo. Kemudian ia pergi ke Jakarta dengan maksud sekolah di Akademi Luar Negeri. Sayang sekali, akademi itu telah ditutup. Selanjutnya, ia masuk Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, tetapi dia tidak menyelesaikan pendidikannya. Setelah mendapat sarjana muda kegiatannya lebih banyak dalam bidang seni, seperti tulis-menulis, membaca, bermain drama, dan tari. Pada tahun 1954 ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan tari, selesai tahun 1967.

Rendra mulai menulis sajak, mengarang, dan mementaskan drama untuk kegiatan di sekolahnya sejak di bangku SMP kelas II. Tulisannya meliputi berbagai bidang seni, yaitu puisi, cerita pendek, esai, dan drama. Kegiatannya bukan hanya menulis, melainkan juga bermain drama, dan terutama membaca puisi. Ia sangat aktif dalam drama. Dia telah menulis beberapa drama dan menyutradarai karyanya sendiri.

Rendra adalah seorang seniman. Dia memulai pekerjaannya di atas panggung. Tahun 1954 dia diundang Pemerintah Amerika untuk menghadiri seminar tentang kesusasteraan di Universitas Harvard (Harvard University). Pada kesempatan itu ia berkeliling Amerika selama dua bulan. Ketika ia kembali ke Indonesia, tahun 1961, dia membuat grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena dia pergi ke Amerika lagi. Pada tahun 1968 ia kembali dari Amerika dan kemudian ia membentuk kembali grup teater yang dinamai Bengkel Teater. Sampai sekarang Bengkel Teater Rendra sangat terkenal di Indonesia. Bengkel Teater Rendra itu sampai sekarang tetap menjadi basis untuk kegiatan keseniannya. Bengkel Teater itu memberi suasana baru dalam kehidupan teater Indonesia.

Karya-Karya Rendra

1. Kumpulan Puisi

1) Ballada Orang-orang Tercinta (1957)

2) 4 Kumpulan Sajak (1961)

3) Blues untuk Bonnie (1971)

4) Sajak-sajak Sepatu Tua (kumpulan sajak, 1972)

5. Nyanyian Orang Urakan (1985)

6) Potert Pembangunan dalam Puisi (1983)

7) Disebabkan oleh Angin (1993)

8) Orang-orang Rangkasbitung (1993)

2. Drama

1) Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)

2) Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967)

3) Mastodon dan Burung Kondor (1972)

4) Kisah Perjuangan Suku Naga (1975)

5) SEKDA (1977)

6) Panembahan Reso (1986)

3. Kumpulan Cerita Pendek : Ia Sudah Bartualang (1963)

4. Kumpulan Esai : Mempertimbangkan Tradisi (1983)

5. Produksi Teater

1) The Ritual of The Solomon’s Children by Rendra

2) Odipus Rex – Sophocles

3) Waiting for Godot – Samuel Beckett

4) Qasidah Barzanji – Al-Barzanji, scenario by Rendra

5) Hamlet – W. Shakespeare

6) Macbeth – W. Shakespeare

7) The Prince of Homburg – Heirinch von Kleist

8) Mastodon and The Condors – Rendra

9) Antigone – Sophocles

10) Oidipus in Colonus – Sophocles

11) Lysistrata – Aristphanuso

12) The Struggle of the Naga Tribe – Rendra

13) Egmont – Goethe

14) Caucasian Chalk Circle – Bertolt Brecht

15) The Robber – F. Schiller

16) The Governor Secretary – Rendra

17) Lord Reso – Rendra

18) The Diary of a Scoundrell – A. Ostrovsky


Puisi Rendra

Ballada Lelaki yang Luka


Lelaki yang luka

Biarkan ia pergi, Mama!

Akan disatukan dirinya

Dengan angin gunung.

Sempoyongan tubuh kerbau

Menyobek perut sepi.

Dan wajah para bunda

Bagai bulan redup putih.


Ajal! Ajal!

Betapa pulas tidurnya

Di relung pengap dalam!

Siapa akan diserunya?

Siapa leluhurnya?

Lelaki yang luka

Melekat di punggung kuda.


Tiada sumur bagai lukanya.

Tiada dalam bagai pedihnya.

Dan asap belerang

Menyapu kedua mata.


Betapa kan dikenalnya bulan?

Betapa kan bisa menyusu dari awan?

Lelaki yang luka

Tiada tahu kata dan bunga.


Pergilah lelaki yang luka

Tiada berarah, anak dari angin.

Tiada tahu siapa dirinya

Didaki segala gunung tua.

Siapa kan beri akhir padanya?

Menapak kaki-kaki kuda

Menapak atas dada-dada bunda.


Lelaki yang luka

Biarkan ia pergi, Mama!

Meratap di tempat-tempat sepi.

Dan di dada:

Betapa parahnya.


Puisi Rendra, 1992

Doa untuk Anak Cucuku

Bismillaahir rahmaanir rahim.


Ya, Allah

Di dalam masa yang sulit ini,

di dalam ketenangan

yang beku dan tegang,

di dalam kejenuhan

yang bisa meledak menjadi keedanan,

aku merasa ada muslihat

yang tak jelas juntrungannya.

Ya, Allah.

Aku bersujud kepada-Mu.

Lindungilah anak cucuku.


Lindungilah mereka

dari kesabaran

yang menjelma menjadi kelesuan, dari rasa tak berdaya

yang kehilangan cita-cita


Ya, Allah.

Demi ketegasan mengambil risiko

ada bangsa yang dimesin-kan

atau di-zombie-kan.

Ada juga yang di-fosil-kan

atau di-antik-kan.

Uang kertas menjadi topi

bagi kepala yang berisi jerami.

Reaktor nuklir menjadi tempat ibadah

dimana bersujud kepala-kepala hampa

yang disumpal bantal tua.

Kemakmuran lebih dihargai

dari kesejahteraan.

Dan kekuasaan

menggantikan kebenaran.

Ya, Allah.

Lindungilah anak cucuku.


Lindungilah mereka

dari berhala janji-janji,

dari hiburan yang dikeramatkan,

dari iklan yang dimythoskan,

dan dari sikap mata gelap

yang diserap tulang kosong

Ya, Allah

Seorang anak muda

bertanya kepada temnnya :

“Ke mana kita pergi?”

Dan temannya menjawab :

“Ke mana saja

Asal jangan berpikir untuk pulang.”

Daging tidak punya tulang

untuk bertaut.

Angina bertiup

menerbangkan catatan alamat.

Dan rambu-rambu di jalan

sudah dirusak orang.

Ya, Allah

Lindungilah anak cucuku.


Lindungilah mereka

dari kejahatan lelucon

tentang Chernobyl dan Hirosima,

dari heroin

yang diserap lewat ciuman,

dari itikad buruk

yang dibungkus kertas kado,

dan dari ancaman tanpa makna.


Ya, Allah

Kami dengan cemas menunggu

kedatangan burung dara

yang membawa ranting zaitun.

Di kaki bianglala

leluhur kami bersujud dan berdoa.

Isinya persis seperti doaku ini.

Lindungilah anak cucuku.

Lindungilah daya hidup mereka.

Lindungilah daya cipta mereka.

Ya, Allah, satu-satunya Tuhan kami.

Sumber dari hidup kami ini.

Kuasa Yang Tanda Tandingan

Tempat tumpuan dan gantungan.

Tak ada samanya

Di seluruh semesta raya.

Allah! Allah! Allah! Allah!


Sumber :

  1. Sastrawan Indonesia (Rendra), Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Rawamangun,Jakarta, 1996.
  2. Ballada Orang-orang Tercinta, Rendra, Pustaka Jaya, 2000.
  3. Kembalikan Indonesia Padaku (Puisi dan Cerpen), Sastrawan Bicara-Siswa Bertanya, Majalah Sastra Horison, 2000.
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

email